Tuesday, May 9, 2017

QARIN, JIN PENDAMPING MANUSIA

Tags

jin-pendamping-manusia
QARIN (قرين) adalah jin yang diciptakan oleh Allah sebagai pendamping atau kembaran setiap manusia. Setiap anak manusia yg lahir ke dunia lahir beserta qarinnya sendiri, tak terkecuali Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Hanya saja qarin Rasulullah itu Muslim, sedang yg lain-lainnya kafir. Dlm sebuah hadits riwayat lmam Ahmad dan lbn Hibban dari Abdullah ibn Mas'ud radhiyallahu anhu Rasulullah bersabda:
"Tiadalah seorang pun di antara kalian kecuali pasti disertai qarin dari bangsa jin". Para Sahabat bertanya: "Engkau juga, hai Rasulullah?" Beliau menjawab: "lya, aku juga, tetapi Allah telah membantu aku sehingga aku dpt mengislamkannya dan dia hanya menyuruhku berbuat yg baik-baik saja".
Pada umumnya qarin kafir ini mendorong dampingannya berbuat keji. Dialah yg membisikkan kewaswasan, membuatnya lalai beribadah shalat, membaca al-Quran dan sebagainya.
Allah berfirman:
ومن يكن الشيطان له قرينا فساء قرينا
"Barangsiapa yg syetan adalah pendampingnya maka itu adalah seburuk-buruk pendamping".
Untuk mengimbangi rongrongan qarin itu, Allah utus untuknya malaikat yg selalu membisikkan kebenaran dan mendorong berbuat baik. Lalu org yg bersangkutan dg akalnya mempertimbangkan akan tunduk pd  bisikan qarin atau malaikat.
Seorang Muslim yg taat mampu menguasai qarinnya dan membuatnya tak berdaya, yaitu dg memulai setiap pekerjaan yg baik dg basmalah, banyak berzikir, membaca al-Quran dan mempertahankan komitmen utk selalu berbuat baik. Dg begitu dia akan berusaha keras memerangi hawa nafsunya dan menanggalan sifat-sifat tercela. Sejak di sorga, Allah telah berfirman kpd lblis sbg jwbn atas sesumbarnya utk menyesatkan anak-cucu Adam:
إن عبادي ليس لك عليهم سلطان إلا من اتبعك من الغاوين
"Hamba-hamba-Ku tak mungkin engkau kuasai kecuali orang-orang yg (memang bersedia) mengikutimu".
Menurut para ulama, jin ini bukanlah dari kalangan jin biasa. Dia jin yg ditugaskan secara khusus utk menyesatkan dampingannya dg menghiasi hal-hal yg buruk shg tampak baik. Jin ini dilahirkan bersama-sama manusia dan akan menyertainya sepanjang hidupnya. Tetapi dia tidak mati saat manusia dampingannya meninggal dunia, karena Allah telah menakdirkan dia hidup hingga menjelang hari kiamat. Kelak di akhirat kedua-duanya akan dihadapkan ke hadapan Allah untuk diadili. Tetapi, celakanya, qarin malah berlepas tangan dari dampingannya dan tidak bertanggungjawab atas kesesatan atau kedurhakaannya.

Thursday, April 13, 2017

KELAHIRAN DAN NASAB NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM 3 DARI 6

Tags

*KELAHIRAN DAN NASAB NABI SHALLALLĀHU 'ALAYHI WA SALLAM 3 DARI 6*

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
إنَّ  الـحَمْدَ لله نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه لا نبي بعده  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون, فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Kita akan berbicara tentang kelahiran Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, yaitu dari pernikahan ayah Beliau, 'Abdullāh bin 'Abdil Muththalib, dengan Aminah bintu Wahhāb (ibu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam).

Disebutkan di dalam sejarah bahwasanya:

'Abdul Muththalib bernadzar bahwasanya:

_"Kalau saya punya anak 10 laki-laki (lengkap)  maka saya akan sembelih 1 nya."_

Zaman jahiliyyah seperti itu. Ajaran nabi Ibrāhīm 'alayhissalām sudah hilang. Diantaranya bersumpah demikian sebagai salah satu bentuk bersyukur kepada Allāh.

Kenapa dia bernadzar demikian?

Sebagian ulamā menyebutkan karena saat 'Abdul Muththalib menggali zamzam, 'Abdul Muththalib baru memiliki 1 anak (yaitu) Hārits. Tatkala dia diusik oleh orang-orang Arab yang lain dia tidak bisa melawan karena anaknya cuma 1 laki-laki, sehingga dia berangan-angan seandainya dia mempunyai 10 anak laki-laki maka dia akan menyembelih 1 orang dari mereka.

Dan Allāh mengabulkan sumpah dia ini, akhirnya dia menjalankan nadzarnya. Tatkala dia mengundi untuk menentukan siapa anaknya yang akan disembelih maka keluarlah nama 'Abdullāh (padahal dia sangat sayang kepada 'Abdullāh).

Maka saat itu dia mengatakan:

_"Yā Allāh, dia atau 10 ekor unta."_

Maka dilemparkan nama anaknya dan unta, maka yang keluar lagi nama 'Abdullāh.

Maka dia berkata lagi:

_"Yā Allāh, anakku atau 10 ekor unta."_

Dilemparkan lagi nama anak dan unta, ternyata keluar lagi nama 'Abdullāh. Sampai yang ke-10 barulah keluar nama unta.

Dari situlah akhirnya dia tidak jadi menyembelih anaknya 'Abdullāh dan menggantinya dengan 100 ekor unta.

Inilah dikatakan oleh para ulamā sebab kenapa diyat itu 100 ekor unta, apabila seorang membunuh oranglain.

⇒ Allāh Subhānahu wa Ta'āla menjaga 'Abdullāh karena 'Abdullāh adalah bapaknya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Adapun ibunda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bernama Āminah bintu Wahbin bin 'Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab.

⇒ Jadi bertemunya antara nasab ayah dan ibu Nabi adalah pada Kilab. Kalau Nabi adalah Qushay bin Kilab sedang kan ibunya (Āminah) Zuhrah bin Kilab (masih Quraisy tapi jauh).

Kemudian disebutkan oleh riwayat-riwayat dusta tentang 'Abdullāh. Disebutkan bahwasanya tatkala 'Abdullāh sudah menikahi Āminah,  'Abdullāh sudah memiliki istri yang lain. Ada yang mengatakan 'Abdullāh memiliki wanita pezina atau wanita yang ditawarkan (seperti yang pernah dijelaskan, ada pernikahan namanya istibdha, yaitu seorang lelaki memiliki istri, tatkala istrinya hāidh, maka ditunggu sampai bersih lalu diberikan kepada laki-laki yang dianggap nasabnya baik (memiliki kelebihan) supaya memiliki keturunan yang bagus, setelah digauli laki-laki lain maka dikembalikan kepada suaminya dan ditunggu sampai istrinya hamil baru digauli oleh suaminya sendiri).

Disebutkan oleh riwayat yang lemah, bahkan riwayat ini palsu, disebutkan bahwasanya 'Abdullāh tatkala mendatangi wanita ini (istrinya yang lain atau wanita pezina atau istri orang lain yang minta digauli), maka wanita ini melihat ada cahaya di wajah 'Abdullāh, namun 'Abdullāh tidak sempat menggauli wanita tersebut dan 'Abdullāh pergi menggauli Āminah istrinya. Setelah menggauli Āminah kemudian 'Abdullāh kembali ke wanita tadi, ternyata cahayanya sudah hilang dan wanita itu menolaknya.

⇒ Ini kisah dengan riwayat lemah dan tidak bisa dijadikan dalīl.

Dan sebagian orang terlalu ghulūw dalam masalah ini, ingin menjelaskan bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah bercahaya, oleh karenanya cahaya tersebut berasal dari ayahnya. Kemudian tatkala ayahnya berhubungan dengan ibunya maka cahaya tersebut menetap di Nabi kemudian hilang (tidak terlihat lagi). Ini ghulūw dan tidak benar.

⇒ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memang bercahaya tetapi bukan cahaya sebagaimana sinar keluar dari tubuhnya.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman tentang Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (45) وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا (46)

_"Wahai Nabi, Kami mengutus engkau sebagai pemberi saksi, sebagai pemberi kabar gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan menyeru kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan lampu yang bercahaya."_

(QS Al Ahzāb 45-46)

⇒ Memang Nabi sifatnya bercahaya (memberi cahaya), tapi maksud Allāh bukan cahaya lampu yang sebenarnya, tetapi ajaran Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah penuh dengan cahaya.

Oleh karenanya sebagian orang-orang yang berlebih-lebihan kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menyatakan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak punya bayangan, kenapa?

Karena tubuh beliau bercahaya sehingga tatkala terkena sinar matahari, sinar matahari tersebut terpantulkan ( kalah) dengan cahaya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Ini tidak benar. 

Kita katakan, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bercahaya biasa. Wajah beliau indah, luar biasa tampan. Beliau putih dan indah dipandang. Namun bukan ada sinar keluar dari tubuh beliau sebagaimana perkataan sebagian orang.

Oleh karenanya dalam Shahīh Bukhāri dan Shahīh Muslim:

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ : كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم -وَرِجْلايَ فِي قِبْلَتِهِ- فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي , فَقَبَضْتُ رِجْلَيَّ ، وإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا ، وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ

_'Āisyah berkata: Saya tidur didepan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, tatkala Beliau akan sujud maka Beliau memegang kakiku agar kakiku dilipat agar ada tempat untuk sujud, rumah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kecil,  tatkala itu rumah-rumah tidak ada lampunya. Seandainya rumah 'Āisyah ada lampunya maka 'Āisyah akan menarik kakinya sebelum Beliau sujud, tetapi 'Āisyah menarik kakinya menunggu disentuh oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam._

Alasan 'Āisyah (dalam hadīts disebutkan) kenapa rumah-rumah tidak ada lampunya?

Kalau seandainya tubuh Nabi bercahaya seperti lampu, maka 'Āisyah tidak perlu menunggu disentuh dahulu agar menarik kakinya.

Oleh karena itu, yang bercahaya adalah ajaran beliau (bukan tubuh beliau yang bercahaya) sebagaimana perkataan sebagian orang yang berlebih-lebihan kepada nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian saja yang bisa kita sampaikan, kita cukupkan sampai disini, In syā Allāh besok kita lanjutkan lagi.

وبالله التوفيق و الهداية
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Sunday, March 19, 2017

BENARKAH TANDA HITAM DI KENING MERUPAKAN CIRI CIRI ORG YG BANYAK SUJUD SEBAGAIMANA YG DIMAKSUDKAN DALAM AL-QUR'AN???

Tags
BENARKAH TANDA HITAM DI KENING MERUPAKAN CIRI CIRI ORG YG BANYAK SUJUD SEBAGAIMANA YG DIMAKSUDKAN DALAM AL-QUR'AN???

~ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
Yang artinya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).

Banyak orang yang salah paham dengan maksud ayat ini. Ada yang mengira bahwa dahi yang hitam karena sujud itulah yang dimaksudkan dengan ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’. Padahal bukan demikian yang dimaksudkan. Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik. Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan adalah kekhusyuan. Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).

عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟ (رواه البيهقي في السنن الكبرى رقم 3698)
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698)

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ
..
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. 

Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).

عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ : لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).

عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا ()
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).

عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang bejat. Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).

Bahkan Ahmad ash Showi mengatakan, “Bukanlah yang dimaksudkan oleh ayat adalah sebagaimana perbuatan orang-orang bodoh dan tukang riya’ yaitu tanda hitam yang ada di dahi karena hal itu adalah ciri khas khawarij (baca: ahli bid’ah)” (Hasyiah ash Shawi 4/134, Dar al Fikr).

Dari al Azroq bin Qois, Syarik bin Syihab berkata, “Aku berharap bisa bertemu dengan salah seorang shahabat Muhammad yang bisa menceritakan hadits tentang Khawarij kepadaku. Suatu hari aku berjumpa dengan Abu Barzah yang berada bersama satu rombongan para shahabat. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku hadits yang kau dengar dari Rasulullah tentang Khawarij!”. Beliau berkata, “Akan kuceritakan kepada kalian suatu hadits yang didengar sendiri oleh kedua telingaku dan dilihat oleh kedua mataku. Sejumlah uang dinar diserahkan kepada Rasulullah lalu beliau membaginya. Ada seorang yang plontos kepalanya dan ada hitam-hitam bekas sujud di antara kedua matanya. Dia mengenakan dua lembar kain berwarna putih. Dia mendatangi Nabi dari arah sebelah kanan dengan harapan agar Nabi memberikan dinar kepadanya namun beliau tidak memberinya. Dia lantas berkata, “Hai Muhammad hari ini engkau tidak membagi dengan adil”. Mendengar ucapannya, Nabi marah besar. Beliau bersabda, “Demi Allah, setelah aku meninggal dunia kalian tidak akan menemukan orang yang lebih adil dibandingkan diriku”. Demikian beliau ulangi sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda,

يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ
“Akan keluar dari arah timur orang-orang yang seperti itu penampilan mereka. Dia adalah bagian dari mereka. Mereka membaca al Qur’an namun alQur’an tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana anak panah melesat dari binatang sasarannya setelah menembusnya kemudia mereka tidak akan kembali kepada agama. Cirri khas mereka adalah plontos kepala. Mereka akan selalul muncul” (HR Ahmad no 19798, dinilai shahih li gharihi oleh Syeikh Syu’aib al Arnauth).

Oleh karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsonal jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi.